Kamis, 24 September 2015

Analisa Psikologi Hukum dalam Kasus Angeline

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hukum dibentuk oleh jiwa manusia, baik putusan pengadilan maupun perundang-undangan merupakan hasil jiwa manusia. Oleh karena itu, psikologi merupakan karakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. Dalam hal ini Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto memberikan definisi psikologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai perwujudan dari pada perkembangan jiwa manusia.
Ilmu Psikologi pertama kali sebagai ilmu pengetahuan yang otonom dan berdiri sendiri terjadi pada akhir abad ke- 19, yang pada waktu itu masih menjadi cabang ilmu pengetahuan filsafat dan psikologi juga sering menjadi sudut kajian sosiologi. Dalam perjalanan sejarah  yang singkat psikologi telah didefenisikan dalam berbagai cara, para ahli psikologi terdahulu mendefenisikan psikologi sebagai “studi kegiatan mental”.
Kata psikologi sering disebut ilmu jiwa, berasal dari bahasa Yunani psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dengan demikan psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kejiwaan atau ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, atau sebab tingkah laku manusia  yang dilatarbelakangi oleh kondisi jiwa seseorang atau secara singkat dapat diartikan sebagai studi mengenai proses perilaku dan proses mental.
Menurut Rita Atkinson (1983: 19) Pendefenisian psikologi juga dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah dalam aliran psikologi, hal ini dapat dilihat melalui perubahan defenisi mengenai psikologi seperti berikut ini:
1.   Wilhelm Wunt (1892), psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut  pengalaman dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam.
2.    William James (1980), psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena adalah apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikir logis, keputusan-keputusan dan sebagainya.
3.   James Angell (1910), psikologi adalah semua kesadaran di mana saja, normal atau abnormal, manusia atau binatang yang dicoba untuk dijelaskan pokok permasalahannya.
4.     John B Watson (1919), psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai pokok masalah.
5.   Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka  dengan dunia luar.
6.  Arthur Gates (1931), psikologi adalah salah satu bidang yang mencoba menunjukan, menerangkan, dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh binatang, manusia, atau lainnya.
7.   Norman Munn (1951), psikologi sebagai “ilmu mengenai perilaku” tetapi hal yang menarik, pengertian perilaku yang telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman.
8.   Kennet Clark dan George Milter (1970), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku, lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara, dan perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
9.    Richard Mayer (1981), psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental  dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
Dari pengertian-pengertian psikologi yang telah disebutkan di atas, penulis berpendapat antara psikologi dan hukum dari sudut kajiannya  adalah  keduanya mengkaji gejala-gejala sosial, hal ini jika menilik kembali pengertian hukum secara empirik. Keduanya memfokuskan diri pada perilaku manusia, yang berusaha menyelesaikan masalah serta memperbaiki kondisi manusia. Craig Haney menyatakan  “bahwa psikologi bersifat deskriptif dan hukum bersifat perskriptif” (Haney: 1981 dalam Kapardis: 1999). Artinya psikologi menjelaskan tentang bagaimana orang berperilaku secara aktual, hukum menjelaskan bagaimana orang seharusnya berperilaku, tujuan utama ilmu psikologi adalah memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat mengenai perilaku manusia, tujuan utama hukum adalah mengatur perilaku manusia. Dalam arti yang agak lebih idealistis, ilmu psikologi  menurut Constanzo (2006: 12) “terutama tertarik untuk menemukan kebenaran sedangkan sistem hukum terutama tertarik untuk memberikan keadilan”.
Berdasarkan keterkaitan kedua terminologi tersebut maka psikologi hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang mempelajari ketidakmampuan  individu untuk melakukan penyesuaian terhadap norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan yang dideritamya. Dalam kondisi yang demikianlah maka diperlukan studi psikologi terhadap hukum yang disebut psikologi hukum. Menurut  Soerjono Soekanto (1983:2) “psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum sebagai suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan  kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut”.

B.     Rumusan Masalah
            Suatu penelitian diperlukan adanya perumusan masalah untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti, sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, terarah serta mencapai tujuan yang ingin dicapai. Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut
1.    Pengertian Psikologi Hkum, dan untuk mencari informasi yang lebih jauh lagi tentang sejauh              mana psikologi dapat digunakan atau bermanfaat dalam ranah hukum Indonesia?
2.    Bagaimana Penerapan Psikologi Hukum dalam Kasus Pembunuhan Angeline?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Objektif
a.    Untuk mengetahui Pengertian Psikologi Hukum, dan untuk mencari informasi yang lebih jauh            lagi tentang sejauh mana psikologi dapat digunakan atau bermanfaat dalam ranah hukum                    Indonesia
b.       Untuk mengetahui Penerapan Psikologi Hukum dalam Kasus Pembunuhan Angeline.
2. Tujuan Subjektif
a.   Untuk menambah, memperluas,  mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum, khususnya dalam bidang psikologi hukum yang sangat berarti bagi penulis.
b.      Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum dan dapat memperkaya           khasanah ilmu pengetahuan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Penerapan Psikologi Hukum
Orientasi lapangan psikologi, sebagai ilmu sosial, tentunya akan melakukan  pengujian (hipotesa) dalam lapangan ilmu hukum khususnya dalam penegakan hukum (law enforcement). Melalui sintesa dari riset psikologi juga akan melahirkan ruang lingkup psikologi hukum. 
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara jiwa manusia disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa ruang lingkup antara lain:
Menurut  Soedjono, ruang lingkup psikologi hukum sebagai berikut:
1.      Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaidah hukum.
2.      Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3.      Perilaku menyimpang.
4.      Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Demikianpun Soerjono Soekanto membagi  ruang lingkup psikologi hukum yaitu:
1.       Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pola-pola peyelesaian pelanggaran kaidah hukum.
2.      Akibat-akibat dari pola penyelesaian sengketa tertentu.
Pada negara yang memiliki sistem hukum common law seperti Amerika, juga membagi penerapan psikologi dalam hukum. Kelimpahan penerapan psikologi dalam hukum dibedakan dari sudut pandang apa yang diistilahkan:
1.    Psikologi dalam hukum (psychology in law), mengacu kepenerapan-penerapan spesifik dari psikologi di dalam hukum seperti  tugas psikolog menjadi saksi ahli, kehandalan kesaksian saksi mata, kondisi mental terdakwa, dan memberikan rekomendasi hak penentuan perwalian anak, dan menentukan realibitas kesaksian saksi mata.
2.    Psikologi dan hukum (psychology and law), meliputi psyco-legal research yaitu penelitian individu yang terlibat di dalam hukum, seperti kajian terhadap perilaku pengacara, yuri, dan hakim.
3.    Psikologi  hukum (psychology of law), mengacu pada riset psikologi mengapa orang-orang mematuhi atau tidak mematuhi Undang-undang tertentu, perkembangan moral, dan persepsi dan sikap publik terhadap berbagai sanksi pidana, seperti apakah hukuman mati dapat mempengaruhi penurunan kejahatan.
4.    Psikologi forensik (forensic psychology), suatu cabang psikologi untuk penyiapan informasi bagi pengadilan (psikologi di dalam pengadilan).
5.    Criminal psychology (psikologi hukum pidana), sumbangan psikologi hukum yang menggambarkan dinamika interpersonal dan kelompok dari pembuatan putusan pada suatu tahapan kunci di dalam proses mendakwa seseorang mulai dari waktu penetapannya sebagai tersangka hingga pada momen penjatuhan pidana
6.    Neuroscience and law, suatu kajian baru tentang keunikan pentingnya pengaruh otak dan syaraf bagi perilaku manusia, masyarakat , dan hukum. Kajiannya meliputi wawasan baru tentang isu-isu pertanggungjawaban, meningkatkan kemampuan untuk membaca pikiran, prediksi yang lebih baik terhadap perilaku yang akan datang, dan prospek terhadap peningkatan kemampuan otak manusia.
Selanjutnya Constanzo melakukan pendekatan psikologi terhadap hukum melalui bidang ilmu psikologi. Beberapa contohnya adalah:
1.      Psikologi perkembangan, menyusul terjadinya perceraian, pengaturan hak asuh anak seperti apa yang akan  mendukung perkembangan kesehatan anak? dapatkah seorang anak yang melakukan tindakan pembunuhan benar-benar memahami sifat dan kondisi tindakannya?.
2.      Psikologi sosial, bagaimana polisi yang melaksanakan interogasi menggunakan prinsip-prinsip koersi dan persuasi untuk membuat tersangka mengakui tindak kejahatannya? Apakah dinamika kelompok di dalam tim juri mempengaruhi keputusan yang mereka ambil?
3.      Psikologi klinis, bagaimana cara memutuskan bahwa seseorang yang menderita gangguan jiwa cukup kompeten untuk menghadapi proses persidangan? Mungkinkah memperediksi bahwa seseorang yang menderita gangguan jiwa kelak akan menjadi orang yang berbahaya?
4.      Psikologi kognitif, seberapa akuratkah kesaksian para saksi mata? dalam kondisi seperti apa saksi mata mampu mengingat kembali apa yang pernah mereka lihat? Apakah para juri memahami instruksi tim juri dengan cara yang sama seperti yang diinginkan oleh para pengacara dan hakim?
Ruang lingkup psikologi hukum sebagaimana yang tertera di atas merupakan suatu tanda dari suatu perkembangan di lapangan studi psikologi. Dalam hubungan dengan perkembangan di bidang psikologi, psikologi hukum tergolong psikologi khusus, yaitu psikologi yang menyelidiki dan mempelajari  segi-segi kekhususan dari aktifitas  psikis manusia.
Berdasarkan hal tersebut   menurut Ishaq dalam psikologi hukum akan dipelajari  sikap tindak/ perikelakuan yang terdiri atas:
1.      Sikap tindak perikelakuan hukum yang normal, yang menyebabkan seorang akan mematuhi hukum.
2.      Sikap tindak/perikelakuan yang abnormal, yang menyebabkan seorang melanggar hukum, meskipun dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan.
Masalah normal dan abnormal merupakan suatu gerak antara dua kutub yang ekstrim. Kedua kutub yang ekstrim tersebut adalah keadaan normal dan keadaan abnormal. Penyimpangan terhadap keadaan normal dalam keadaan tertentu masih dapat diterima, tetapi hal itu sudah menuju pada penyelewengan, maka kecenderungan kaedah abnormalitas semakin kuat, secara skematis perosesnya adalah sebagai berikut:
Pada titik normal, seseorang  mematuhi kaidah hukum dan  dalam keadaan tertentu dapat disimpangi. Psikologi hukum di satu pihak, yaitu menelaah faktor-faktor psikologis yang mendorong orang untuk mematuhi kaidah hukum, dilain pihak juga meneliti faktor-faktor yang mungkin mendorong orang untuk melanggar kaedah hokum. 
Kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau yang diharapkan akan ada. Jalinan nilai-nilai dalam diri manusia tersebut merupakan abstraksi sosial yang kontinu, dan bersifat dinamis, dalam rangka memilih tujuan dalam kehidupan sosial, yang menjadi penggerak manusia ke arah pemenuhan hasrat hidupnya.
Sikap tindak/ perikelakuan yang abnormal menyebabkan seseorang melanggar norma/kaedah hukum. Ada beberapa gejala psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang yang melanggar hukum, antara lain sebagai berikut.
1.    Neurosis, yaitu suatu gangguan jasmaniah yang disebabkan oleh faktor kejiwaan atau gangguan pada fungsi jaringan saraf. Contoh: phobia, rasa takut terhadap hal-hal yang dianggap mengancam, misalnya rasa takut pada tempat yang tinggi. Depresi, adanya rasa negatif terhadap diri sendiri (putus asa).
2.  Psikhosis, merupakan suatu gejala seperti reaksi schizophrenic, yang menyangkut proses emosional dan intelektual. Gejalanya adalah seseorang sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi di sekitarnya. Reaksi paranoid, di mana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang (seolah-olah) mengancam dirinya. Oleh karena itu, dia akan “menyerang” terlebih dahulu. Reaksi efektif dan involutional, di mana seseorang merasakan adanya depresi yang sangat kuat.
3.    Gejala sosiopatik, yang mencakup:
a.    reaksi antisosial (psikhopat), yang ciri utamanya adalah orang tersebut hampir-hampir tidak mempunyai etika/moral. Misalnya tidak pernah merasa bersalah, tidak pernah bertanggung jawab, tidak mempunyai tujuan hidup dan sebagainya.
b.    reaksi dissosial, yakni orang selalu berurusan dengan.hukum, karena ada kekurangan dalam latar belakang kehidupannya.
c.    deviasi seksual, yaitu perikelakuan seksual yang menyimpang dilakukan oleh orang-orang yang menikmati perbuatan tersebut, yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Seperti homosek­sualitas, pelacuran, perkosaan, dan sebagainya.
d.    addiction (ketergantungan), misalnya ketergantungan pada “naza” (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya).

B.       Analisa Kasus Angeline
Usai sudah drama pencarian bocah perempuan asal Bali, Engeline, 8 tahun, yang dilaporkan hilang sejak 16 Mei 2015 (namanya bukan Angeline yang disebut banyak media selama ini). Kepolisian Daerah Bali akhirnya menemukan bocah tersebut pada 10 Juni 2015 dalam keadaan tak bernyawa, dikubur di pekarangan belakang rumah ibu angkatnya, MCM, 55 tahun.
MCM dan suaminya (seorang ekspatriat yang sudah meninggal 3 tahun lalu) mengadopsi Engeline sejak bocah itu berumur 3 hari dari pasangan MR dan H. MCM memiliki dua anak kandung, namun beda ayah, yaitu YC dan CK. Kedua anaknya itu tidak tinggal serumah dengan MCM.
Sampai saat ini penyidik kepolisian baru menetapkan tersangka tunggal yaitu ATH. Memang sangat disayangkan, selain lambannya proses penanganan kasus ini sejak Engeline dilaporkan hilang padahal banyak kunci untuk mengungkap segera motifnya, juga ada begitu banyak kejanggalan yang ditemukan selama proses pencarian Engeline hingga proses penyidikan tersangka.
Berikut ini saya coba susun kronologi kasus yang mengusik hati nurani bangsa kita, yang disertai dengan berbagai kejanggalannya.
16 Mei 2015
Engeline dinyatakan hilang sekitar pukul 15.00 WITA. Sebelum hilang, Engeline dikatakan sedang bermain di halaman depan rumahnya di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali. Menurut hasil investigasi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), tetangga rumah yakin Engeline tidak diculik, karena pagar rumah Engeline tampak terkunci dan ia tidak terlihat ke luar rumah. Apalagi ada satpam yang berjaga di luar pagar rumah. [Tempo, 10/6/2015].
17 Mei 2015
Kedua kakak angkat Engeline membuat akun fan page Facebook “Find Angeline-Bali’s Missing Child”. Mereka mengumumkan berita kehilangan, kemudian memasang sejumlah foto bocah yang senyumnya tampak ceria itu. Keduanya mengajak masyarakat ikut mencari Engeline. Masyarakat dari berbagai kalangan pun ikut membantu pencarian. Para relawan juga menyebar brosur kepada pengguna jalan raya di seputar Kota Denpasar. [Kompas, 17/5/2015]
Kejanggalan #1: Keluarga tidak langsung melapor ke polisi dan ke pihak sekolah pada hari pertama hilangnya Engeline, padahal kepolisan dan pihak sekolah punya kepentingan lebih besar dalam pencarian.
Fan page Facebook yang telah mendapatkan ‘Like’ sebanyak 52.284 tersebut akhirnya ditutup admin pada tanggal 12/6/2015. Tanpa meninggalkan pesan apapun.
18 Mei 2015
Keluarga baru melapor ke Kepolisian Sektor Denpasar Timur atas kehilangan Engeline. Polisi kemudian memeriksa sejumlah saksi, yaitu MCM (ibu angkat), ATH (pembantu sekaligus penjaga rumah), dan Su (penghuni kontrakan milik MCM). Polisi juga memeriksa rumah MCM, namun pemeriksaan pertama dan kedua gagal karena selalu dihalangi pemilik rumah. || Polda Bali kemudian memperluas pencarian di seluruh perbatasan Bali, Banyuwangi, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka pun mengerahkan anjing pelacak (K-9) untuk melacak keberadaan korban, namun gagal. [Kompas, 19/5/2015]
Kejanggalan #2: Sungguh aneh, polisi seperti tidak mempunyai wewenang penuh melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, sehingga polisi hanya memeriksa beberapa ruangan rumah karena dihalang-halangi keluarga.
21 Mei 2015
Kakak angkat Engeline, CK, mulai menggalang sumbangan untuk pencarian Engeline melalui http://gofundme.com/findangeline Kondisi terakhir sudah terkumpul US$ 3210.
Kejanggalan #3: Kini laman pengumpulan sumbangan tersebut sudah tidak bisa diakses lagi. Namun demikian Anda bisa melihat jejak-nya melalui Google.
 24 Mei 2015
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait yang didampingi anggota polisi dari Polsek Denpasar Timur mengunjungi rumah MCM pada malam hari. Awalnya MCM melarang Arist masuk ke kamar Engeline. Tapi, berkat bantuan polisi, Arist bisa masuk dan menemukan banyak kejanggalan di kamar tersebut. Arist menilai kondisi kamar itu tidak layak dihuni oleh siapapun karena mengeluarkan aroma sangat menakutkan. Juga menurut Arist, rumah itu tak layak huni sangat berantakan, kotor, dan bau kotoran hewan. MCM memang memelihara puluhan anjing dan ratusan ayam di rumahnya. Sayangnya, keluarga menghalangi Arist melihat-lihat area rumah lebih detail, terutama kamar di dekat pekarangan belakang. Arist juga berkunjung ke sekolah Engeline dan bertemu dengan wali kelasnya. Pihak sekolah mengatakan Engeline sering mengantuk di kelas dan kalau datang ke sekolah dalam kondisi kumal dan bau. Engeline ke sekolah sejauh 3 kilometer dengan jalan kaki. Pulang pergi jadi 6 kilometer. Anak sekecil itu pergi sendiri ke sekolah yang jaraknya jauh dengan jalan kaki. [Kompas, 24/5/2015]
Kejanggalan #4: Arist melihat bahwa di tempat tidur tidak ada sprei terpasang dan ruangannya bau anyir. Mungkinkah kain sprei yang tidak terpasang itu dipakai untuk membungkus Engeline sebelum dikubur?
Kejanggalan #5: Mengapa MCM menghalangi Arist melihat sebuah kamar di pekarangan belakang rumah? Dua minggu kemudian diketahui bahwa di dekat kamar itulah lokasi penemuan kuburan Engeline.
Kecurigaan itu segera dilaporkan kepada polisi. Mestinya polisi bergerak cepat atas laporan Arist ini dengan menyisir kembali rumah MCM, setelah sebelumnya gagal menyisir area secara penuh.
25 Mei 2015
Komnas PA berencana mengambil alih hak asuh Engeline. Namun, pernyataan ini langsung ditanggapi sengit oleh MCM, bahwa ia mengancam akan membunuh siapapun yang mau ambil Engeline. [Kompas, 25/5/2015]
1 Juni 2015
Sekolah SD 12 Sanur Denpasar (tempat Engeline sekolah) menggelar ritual persembahyangan di depan Pura Penyimpangan Batu Bolong, di depan rumah Engeline, kemudian dilanjutkan di halaman sekolah. Ritual ini untuk memohon petunjuk paranormal agar Engeline segera ditemukan. Mereka mengaku mendengar suara Engeline. [Kompas, 1/6/2015]
3 Juni 2015
Kapolda Bali Irjen Ronny Franky Sompie membuka acara dan mengikuti acara napak tilas pencarian Engeline sambil membagikan brosur yang tertera foto Engeline. [Kompas, 3/6/2015]

5-6 Juni 2015
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yambise berkunjung ke rumah Engeline dengan waktu / hari yang berbeda. Namun kedatangan mereka ditolak masuk oleh satpam sewaan MCM. [Kompas, 6/6/2015]
Kejanggalan #6: Aneh sekali, sekelas pejabat kementerian negara ditolak masuk rumah MCM. Atas dasar keanehan inilah polisi berencana melakukan penyisiran ulang yang ketiga kali. Karena tidak berhasil menemui MCM, Menteri Yohanna mencoba mencari informasi kepada pembantu yang mengurusi rumah Engeline. Kata pembantu MCM, korban kerap diberi tugas memberi makan hewan peliharaan ibu angkatnya. Pembantu tersebut juga sering mendengar anak ini menangis di malam hari. Dia juga melihat hidung bocah ini berdarah. Pertanyaannya: Siapa pelaku kekerasan terhadap Engeline itu?
Menteri Yohana pun menyempatkan datang ke sekolah Engeline. Dari sana ia mendapat informasi dari kepala sekolah dan guru bahwa di sekolah ternyata Engeline dibilangnya lusuh / kumal dan bau, seperti tidak ada yang ngurus. Dia pernah dikeramasi di dalam sekolah, karena rambutnya kusam. Kadang juga minta makan ke gurunya. Tak hanya itu, Engeline juga dikenal sebagai sosok yang pendiam. Dia juga sering terlihat murung. Kepala sekolahnya bilang kalau anak ini psikologisnya tertekan. Dia terlihat tidak sebebas teman-temannya. Seperti ada tekanan batin. [Detikcom, 6/6/2015].
Kejanggalan #7: Mestinya penyidikan fokus disini, yaitu adanya pembiaran oleh keluarganya yang begitu lama terhadap kondisi buruk Engeline.
10 Juni 2015
Pada pemeriksaan yang ketiga, sekitar pk 12.00, polisi menemukan jasad Engeline di pekarangan belakang rumah MCM. Engeline ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, dengan pakaian lengkap dan tangan memeluk boneka. Tubuhnya dililit kain sprei dan tali.
Kejanggalan #8: Tali yang ditemukan di samping jenazah Engeline adalah tali gorden yang HANYA ADA di kamar MCM, ibu angkat Engeline. [Tempo, 12/6/2015]
Sekitar pk 14.00, MCM dan enam orang lainnya diamankan. Keenamnya adalah dua anak kandung MCM, Dewa Ketut Raka (satpam), ATH (bekas pembantu), serta pasutri penghuni kos Su dan Ra.
Pada saat pemeriksaan awal, ATH (25 tahun) mengaku disuruh MCM menguburkan Engeline, ATH mengakui keterlibatan Ibu angkat Engeline [MetroTV, 10/6/2015].
Namun, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di kantor polisi, pengakuannya berubah 180 derajat. ATH mengaku berinisiatif sendiri membunuh dan mengubur Engeline. Pengakuan barunya ini kita sebut saja MISTERI 7 JAM. Sebab ada rentang waktu tujuh jam untuk membuktikan kebenaran pengakuan ATH, yakni mulai pukul 13.00 WITA saat Engeline dibunuh sampai pukul 20.00 WITA saat jenazah Engeline dikuburkan di lubang di bawah pohon pisang dekat kandang ayam di halaman rumah keluarga angkat bocah itu.
Dalam proses pra-rekonstruksi di TKP, 11/6/2015, menurut pengakuan ATH, ia membunuh Engeline pada Sabtu 16 Mei sekitar pukul 13.00 WITA, alasannya ia panik saat Engeline melawan ketika dikunci di dalam kamar. “Mamaaa…”, itulah teriakan Engeline saat ketakutan menghadapi aksi ATH. Aksi bejat ATH tak sampai di situ, usai memperkosa dan membunuh Engeline, dalam keadaan tak bernyawa ia masih sempat memperkosa lagi bocah malang tersebut. || Sekitar pukul 15.00 WIB, ibu angkat Engeline, MCM keluar dari kamarnya dan mencari Engeline. Dia memanggil-manggil namun tak ada jawaban. Akhirnya MCM memanggil ATH untuk mencari Engeline ke rumah tetangga. Karena tidak ketemu, MCM menyimpulkan bahwa Engeline hilang. Kemudian MCM bersama anak kandungnya melaporkan ke polisi pukul 20.00. Nah, di waktu itulah saat suasana sepi ATH mengeluarkan tubuh Engeline dari kamarnya dan menguburkan di pekarangan rumah dekat kandang ayam yang sudah disiapkan sebelumnya untuk menghilangkan jejak. Begitulah pengakuan ATH
Kejanggalan #9: Sungguh aneh, dalam waktu kurang dari 24 jam, pengakuan AH bisa berubah 180 derajat alias saling bertolak belakang.
Kejanggalan #10: Lihat kembali kronologi di atas, MCM dan anak kandungnya melapor ke polisi baru pada tanggal 18 Mei 2015, 3 hari setelah hilangnya Engeline. Namun, saat proses BAP, ATH mengatakan sesaat setelah Engeline dinyatakan hilang, di hari yang sama, MCM melapor ke polisi. Janggal, bukan? Mungkinkah ATH mengarang pengakuannya tentang misteri 7 jam itu?
Polisi harus mengejar soal misteri 7 jam ini, sampai ATH benar-benar mengaku telah berbohong, sehingga bangunan keseluruhan kisahnya tentang tindakan pelecehan seksual juga patut diragukan kebenarannya.
Kejanggalan #11: Selain di kamar ATH, bercak darah serupa juga ditemukan di kamar MCM, ibu angkat Engeline. [Tribun News, 12/6/2015]. Polisi juga secara detail memeriksa kamar kos ATH, ternyata di sana ditemukan barang milik MCM. [Kompas, 12/6/2015]. Apakah mereka sebenarnya sedang dalam persekongkolan jahat?
Dari hasil wawancara Media JPNN dengan pihak PT Patriot tempat dimana Dewa Ketut Raka (satpam) bekerja ada informasi yang bisa menjadi petunjuk. Saya lansir dari media JPNN informasinya adalah sebagai berikut:
Terungkapnya pembunuhan Engeline salah satunya didapat dari kejanggalan yang diterima satpam sewaan MCM, Dewa Ketut Raka dari PT Patriot. Pasalnya, saat diminta oleh anak pemilik rumah yang bernama CK untuk menjaga rumah, justru hanya disuruh jaga di bagian depan saja. Tidak boleh masuk ke dalam rumah. Di saat haus dan lapar tengah malam, dia terpaksa pergi mencari minum dan makan ke tempat yang jauh. Bahkan, kalau mau buang air besar dia terpaksa pergi ke sawah-sawah. || Karena itu lah dia mengeluh ke PT Patriot dan kemudian perusahaan berkoordinasi dengan CK. Akhirnya, CK pun mengizinkan buka pintu bagian timur untuk masuk jika ingin buang air besar.
Pihak perusahaan minta tolong ke Raka untuk mencari tahu keganjilan di dalam rumah tersebut. Selang beberapa hari, ia mencoba masuk ke area rumah tersebut untuk mencari toilet, ia melihat MCM sedang berdiri dan memantau di kawasan lubang itu. Juga sempat mengambil beberapa daun pisang yang sudah kering lalu ditaruh baik-baik di atas lubang itu. Karena menaruh curiga, Raka pun memperhatikan baik-baik. Namun, ternyata MCM melihat satpam tersebut dan kaget. Kemudian MCM meninggalkan tempat itu sambil melarang Raka untuk masuk lagi. || Dari sana lah mulai terungkap. Satpam ini langsung menceritakan keganjilan tersebut ke pimpinan perusahaan. Dan, ternyata benar. Setelah digeledah polisi, ditemukan jasad anak itu.
Kejanggalan #12: Ada apa dengan CK, anak kandung MCM, yang melarang satpam nya sendiri masuk area rumah? Sepertinya ada yang ditutup-tutupi oleh keluarga ini.

Tentang Isu Wasiat Waris
Ada isu yang berkembang, yaitu soal Wasiat Waris dari ayah angkat Engeline yang nilainya miliaran rupiah. Dalam pembagian warisan, ayah angkat Engeline membagikan warisan kepada tiga orang anak angkat termasuk untuk dua anak MCM yakni YC dan CK. Kedua kakak angkat Engeline ini anak kandung MCM namun beda ayah. Engeline merupakan anak kandung H lalu diangkat MCM. Dari pembagian warisan itu, Engeline mendapat 60 persen sedangkan sisanya untuk dua anak lainnya. [Okezone, 10/6/2015]. Apakah isu ini benar demikian? Mari kita tunggu faktanya di persidangan.

Kondisi Psikologis Ibu Angkat Engeline
Ada fakta terungkap dalam perjalanan penyelidikan kasus pembunuhan sadis ini, bahwa ibu angkat Engeline, MCM diduga seorang psikopat. Hal itu diutarakan ahli psikiater RSUP Sanglah Denpasar, Dr Lelly Setyawati sekaligus yang membantu kepolisian memeriksa kejiwaan MCM. [Viva News, 11/6/2015].
Fakta lainnya juga perlu mendapat perhatian, bahwa di hari polisi mengangkat jenazah Engeline, polisi juga menemukan sebuah rajah dalam bungkusan di bawah bantal milik ibu angkat Engeline, MCM. || Rajah adalah suratan, bisa berupa gambar atau tanda yang dipakai sebagai jimat untuk menolak penyakit atau bala. Rajah (konon diyakini ada bantuan makhluk halus) bisa digunakan untuk menutupi suatu kasus agar tidak dicurigai oleh orang lain. [Tribun News, 10/6/2015]
Pertanyaan Lanjutan
Dari kronologi dan banyak kejanggalan di atas, terlihat sejumlah alibi yang dipakai keluarga Engeline untuk menutup-nutupi kasus ini, maka kita patut bertanya:
  • Apakah ada persekongkolan besar yang melibatkan seluruh anggota keluarga untuk membunuh Engeline?
  • Apakah ATH dibayar untuk disuruh melakukan pembunuhan?
  • Apakah Engeline sengaja diumpankan kepada ATH agar menemui kematiannya?
  • atau, Apakah ATH hanya pasang badan dan kemudian mengarang cerita pengakuannya? Selama proses penyidikan, memang terdapat beberapa inkonsistensi pengakuannya.
Saat ini pemeriksaan masih berfokus pada pengakuan ATH yang melakukan kekerasan seksual. Namun sayangnya sudah tidak bisa lagi dibuktikan adanya bekas kekerasan seksual di tubuh Engeline, karena jasad yang sudah terkubur lebih dari 7 hari akan mengalami kerusakan yang parah, membengkak, dan bau. Faktanya, tubuh Engeline memang betul-betul rusak.
Kini ATH telah ditetapkan menjadi tersangka dan sudah ditahan. Dirinya diancam Pasal 80 ayat 3 UU 35 tahun 2014 tentang perubahan UU 23 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara. [Viva News, 10/6/20150]
Namun dari seluruh berkas pemeriksaan yang ada tidak ada bukti keterlibatan MCM. Menurut Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar Kombes AA Made Sudana, ibu angkat Engeline tidak ada andilnya sama sekali dalam kematian bocah berusia delapan tahun itu. [Metro TV, 11/6/2015]. Itulah kalau fokus polisi hanya mengarah ke kekerasan seksual saja, padahal bukti adanya kekerasan seksual tidak ditemukan.
Mari kita dorong pihak Kepolisian untuk jangan hanya berfokus pada pengakuan ATH yang berkutat pada kekerasan seksual. Karena hal itu sama saja dengan menafikan pengakuan saksi-saksi lainnya yang melihat keluarganya begitu lama membiarkan/ menelantarkan Engeline. Mari dorong pihak kepolisian mencari aktor yang sesungguhnya. Mari kita dukung upaya Lembaga Perlindungan Anak yang hari ini melaporkan ibu angkat Engeline ke Polda Metro Jaya karena telah menelantarkan anak. [Detik News, 12/6/2015].
Sebagai Refleksi Kita Bersama
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua, wajib dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Kasus yang dialami Engeline kembali membuka mata kita bahwa anak Indonesia masih terancam. Anak yang seharusnya dilindungi, justru menjadi objek dari kekerasan yang dilakukan orang dewasa.
Kasus yang dialami Engeline bukan kali pertama. Sudah banyak anak Indonesia menjadi korban kekerasan. Baik fisik, psikis, maupun kekerasan seksual, yang dilakukan orang dewasa. Sepertinya kepekaan masyarakat terkait kekerasan terhadap anak masih sangat kurang. Hal inilah yang menyebabkan, peristiwa kekerasan terhadap anak kurang terekspose. Dan baru terekspose setelah sang anak ditemukan sudah menjadi mayat atau berada di Unit Gawat Darurat.
            Terkait mengenai kondisi Psikologi Ibu Angkat Korban, Psikolog Temukan Banyak Ciri Psikopat pada Margriet. Penyelidikan kasus pembunuhan si kecil Angeline masih terus dilakukan. Sejauh ini, Agus–mantan penjaga rumah ibu angkat Angeline telah mengakui perbuatannya. Namun pihak kepolisian masih merunut kemungkinan keterlibatan pihak lain, temasuk sang ibu angkat–Margriet Megawe. Banyak saksi yang mengatakan bahwa wanita itu sering melakukan kekerasan terhadap Angeline, yang notabene anak angkatnya. Dari hasil pemeriksaan kejiwaan, psikolog yang menangani Margriet mengatahan bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Psikopat sendiri merupakan orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku yg menyimpang sehingga mengalami kesulitan dalam pergaulan.
Lely Setyawati, konsultan psikologi yang menangani Margriet Megawe membenarkan, bahwa ibu angkat Angeline, memang kerap melakukan kekerasan terhadap bocah 8 tahun tersebut. Namun perlakuan itu sama sekali tak ditunjukkan pada anak-anak kandungnya. Perlakuan seperti itu, membuat hasil pemeriksaan kejiwaan Margriet Megawe mengarah pada kesimpulan bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Selain itu, Margriet juga bersifat arogan dalam kesehariannya. “Ibu Margareth ini sering melakukan tindak kekerasan kepada Angeline, tapi ke anak kandungnya (Christine dan Ivone) sayang sekali,” ungkap dr. Lely Setyowati.
Berbagai macam ciri lain seorang psikopat, juga dimiliki oleh ibu angkat Angeline. Menurut dr. Lely, Margriet Megawe sangat mudah melakukan tindak kekerasan, tidak peduli perasaan orang lain, dan sering melanggar norma sosial dan aturan yang berlaku di masyarakat. Namun, ia,cenderung tetap ingin benar. Bahkan ia tidak pernah mau diberi tahu jika perbuatannya salah. Sikap-sikap arogan itulah,  yang membuat seorang psikopat sering berbenturan dengan lingkungan dan dinilai tidak mampu menjalin hubungan jangka panjang. “Cenderung mencari kambing hitam, harus orang lain yang salah bukan dia. Kita masyarakat sudah menduga dan mencocokkan dengan ciri-ciri itu kan,” imbuhnya.
Hasil observasi yang dilakukan pada kondisi jiwa Margrieth Megawe itu, akan segera disampaikan secara resmi pada pihak penyidik kepolisian, guna menambah bahan pemeriksaan untuk mengungkap kebenaran pembunuhan Angeline. “Kesimpulannya akan kami lakukan observasi dan hasilnya kami sampaikan resmi ke penyidik,” pungkasnya.
Menanggapi berbagai pertanyaan dan tuduhan masyarakat luas soal keterlibatannya, Jumat, 12 Juni 2015 lalu, Margriet coba buka suara lewat postingan pada halaman Facebook Find Angeline – Bali’s Missing Child. Ia bersikeras tak mau disalahkan atas kejadian tersebut. “Jangan menuduh saya dalam kasus kematian Angeline,” tulis Margriet.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.        Psikologi Hukum ialah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia (human behaviour), maka dalam kaitannya dengan studi hu­kum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pen­cerminan perilaku manusia suatu kenyataan bahwa salah satu yang menonjol pada hukum, terutama pada hukum modern, adalah penggunaannya secara sadar sebagai alat untuk rnen­capai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum telah memasuki bidang yang meng­garap tingkah-laku manusia. Bukankah proses demikian ini menunjukkan bahwa hukum telah mernasuki bidang psiko­logi.
Faktor-Faktor yang Menjadi Sebab Terjadinya Suatu Tindak Pidana
a.    Faktor Internal
     1). Niat Pelaku
     2). Keadaan Ekonomi
     3). Moral dan Pendidikan
b.    Faktor Eksternal
1). Lingkungan Tempat Tinggal
2). Penegak Hukum
3). Korban
Masalah penegakan hukum merupakan salah satu masalah utama di Indonesia. Penegakan hukum merupakan tidak hanya kewajiban aparat penegak hukum, melainkan kewajiban seluruh elemen masyarakat. Setiap warga harus memiliki kontribusi dalam penegakan hukum sehingga tercipta kondisi adil, tertib dan damai. Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu tentang perilaku manusia berusaha untuk berkontribusi dalam penegakan hukum dalam bentuk memberikan pengetahuan dan intervensi psikologis yang berguna dalam proses penegakan hukum. peran psikologi dapat dimulai dari pencegahan, penanganan, pemindanaan dan pemenjaraan. Indikator penegakan hukum yang baik dalam perspektif psikologi adalah adanya perubahan perilaku pelaku pidana ke arah yang lebih baik, artinya pelaku pidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Apabila pelaku pidana tidak mengalami perubahan setelah dilakukan proses rehabilitasi di LP, maka penegakan hukum belum dikatakan optimal.
2.        Terkait mengenai kondisi Psikologi Ibu Angkat Korban, Psikolog Temukan Banyak Ciri Psikopat pada Margriet. Penyelidikan kasus pembunuhan si kecil Angeline masih terus dilakukan. Sejauh ini, Agus–mantan penjaga rumah ibu angkat Angeline telah mengakui perbuatannya. Namun pihak kepolisian masih merunut kemungkinan keterlibatan pihak lain, temasuk sang ibu angkat–Margriet Megawe. Banyak saksi yang mengatakan bahwa wanita itu sering melakukan kekerasan terhadap Angeline, yang notabene anak angkatnya. Dari hasil pemeriksaan kejiwaan, psikolog yang menangani Margriet mengatahan bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Psikopat sendiri merupakan orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku yg menyimpang sehingga mengalami kesulitan dalam pergaulan.

B.       Saran
a.    Psikologi Hukum dalam dunia hukum harus tetap diterapkan dan hendaknya lebih diterapkan lebih maksimal lagi, sehingga penerapan hukum yang akan diterapkan atau dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana dapat tepat.
b.    Agar penerapan Psikologi Hukum dalam kasus Pembunuhan Angeline diterapkan kepada seluruh pihak yang dicurigai. Tidak hanya kepada pelaku utama yang dicurigai. Sehingga keseluruhan pihak dapat memberikan paling tidak informasi pidana yang perlu diketahui oleh pihak aparat hukum. 

6 komentar:

Unknown mengatakan...

Semoga bermanfaat..

Intan Sudibjo mengatakan...

makasih buat penjelasannya ya

Intan Sudibjo mengatakan...

Angeline semoga tenang di alam sana

Unknown mengatakan...

Terimakasih telah mampir di blog saya..

DAMANG mengatakan...

kok ini postingan banyak mengambil dr artikel sy, tapi tidak ada pencantuman sumbernya dr web saya

Unknown mengatakan...

untuk memudahkan tolong diberi daftar pustaka ya... terima kasih atas analisisnya

Posting Komentar