BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum dibentuk oleh jiwa
manusia, baik putusan pengadilan maupun perundang-undangan merupakan hasil jiwa
manusia. Oleh karena itu, psikologi merupakan karakteristik hukum yang tidak
dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. Dalam hal ini Purnadi Purbacaraka,
Soerjono Soekanto memberikan definisi psikologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai perwujudan dari pada perkembangan
jiwa manusia.
Ilmu Psikologi pertama kali sebagai ilmu
pengetahuan yang otonom dan berdiri sendiri terjadi pada akhir abad ke- 19,
yang pada waktu itu masih menjadi cabang ilmu pengetahuan filsafat dan
psikologi juga sering menjadi sudut kajian sosiologi. Dalam perjalanan
sejarah yang singkat psikologi telah didefenisikan dalam berbagai cara,
para ahli psikologi terdahulu mendefenisikan psikologi sebagai “studi kegiatan
mental”.
Kata psikologi sering disebut ilmu jiwa,
berasal dari bahasa Yunani psyche artinya jiwa dan logos
berarti ilmu. Dengan demikan psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari kejiwaan atau ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, atau
sebab tingkah laku manusia yang dilatarbelakangi oleh kondisi jiwa
seseorang atau secara singkat dapat diartikan sebagai studi mengenai proses
perilaku dan proses mental.
Menurut Rita Atkinson (1983: 19) Pendefenisian psikologi juga
dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah dalam aliran psikologi, hal ini
dapat dilihat melalui perubahan defenisi mengenai psikologi seperti berikut
ini:
1. Wilhelm Wunt (1892), psikologi bertugas
menyelidiki apa yang kita sebut pengalaman dalam sensasi dan perasaan
kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap
obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam.
2. William James (1980), psikologi adalah
ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya.
Fenomena adalah apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi,
berpikir logis, keputusan-keputusan dan sebagainya.
3. James Angell (1910), psikologi adalah
semua kesadaran di mana saja, normal atau abnormal, manusia atau binatang yang
dicoba untuk dijelaskan pokok permasalahannya.
4. John B Watson (1919), psikologi
merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan perilaku manusia, perbuatan dan
ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai pokok masalah.
5. Kurt Koffka (1925), psikologi adalah
studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka dengan
dunia luar.
6. Arthur Gates (1931), psikologi adalah
salah satu bidang yang mencoba menunjukan, menerangkan, dan menggolongkan
berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh binatang, manusia, atau
lainnya.
7. Norman Munn (1951), psikologi sebagai
“ilmu mengenai perilaku” tetapi hal yang menarik, pengertian perilaku yang
telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang ikut menangani hal yang pada
masa lampau disebut pengalaman.
8. Kennet Clark dan George Milter (1970),
psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku, lingkupnya mencakup berbagai
proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara, dan
perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan
mimpi.
9. Richard Mayer (1981), psikologi
merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat
untuk memahami perilaku manusia.
Dari pengertian-pengertian psikologi yang
telah disebutkan di atas, penulis berpendapat antara psikologi dan hukum dari
sudut kajiannya adalah keduanya mengkaji gejala-gejala sosial, hal
ini jika menilik kembali pengertian hukum secara empirik. Keduanya memfokuskan
diri pada perilaku manusia, yang berusaha menyelesaikan masalah serta
memperbaiki kondisi manusia. Craig Haney menyatakan “bahwa psikologi
bersifat deskriptif dan hukum bersifat perskriptif” (Haney: 1981 dalam
Kapardis: 1999). Artinya psikologi menjelaskan tentang bagaimana orang
berperilaku secara aktual, hukum menjelaskan bagaimana orang seharusnya
berperilaku, tujuan utama ilmu psikologi adalah memberikan penjelasan yang
lengkap dan akurat mengenai perilaku manusia, tujuan utama hukum adalah mengatur
perilaku manusia. Dalam arti yang agak lebih idealistis, ilmu psikologi
menurut Constanzo (2006: 12) “terutama tertarik untuk menemukan kebenaran
sedangkan sistem hukum terutama tertarik untuk memberikan keadilan”.
Berdasarkan keterkaitan kedua terminologi
tersebut maka psikologi hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang
mempelajari ketidakmampuan individu untuk melakukan penyesuaian terhadap
norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan yang
dideritamya. Dalam kondisi yang demikianlah maka diperlukan studi psikologi
terhadap hukum yang disebut psikologi hukum. Menurut Soerjono Soekanto
(1983:2) “psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum
sebagai suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga
landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut”.
B.
Rumusan Masalah
Suatu
penelitian diperlukan adanya perumusan
masalah untuk mengidentifikasi persoalan
yang diteliti, sehingga sasaran yang hendak
dicapai menjadi jelas, terarah serta mencapai tujuan yang ingin dicapai. Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut
1. Pengertian Psikologi Hkum, dan untuk mencari informasi yang lebih jauh lagi
tentang sejauh mana psikologi dapat digunakan atau bermanfaat dalam ranah hukum Indonesia?
2. Bagaimana
Penerapan Psikologi Hukum dalam Kasus Pembunuhan Angeline?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui Pengertian Psikologi Hukum, dan untuk mencari informasi yang lebih jauh lagi
tentang sejauh mana psikologi dapat digunakan atau bermanfaat dalam ranah hukum Indonesia
b. Untuk mengetahui Penerapan Psikologi Hukum dalam Kasus
Pembunuhan Angeline.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman penulis serta aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum, khususnya dalam bidang psikologi hukum yang sangat berarti bagi penulis.
b. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Penerapan Psikologi Hukum
Orientasi lapangan psikologi, sebagai ilmu sosial, tentunya
akan melakukan pengujian (hipotesa) dalam lapangan ilmu hukum khususnya
dalam penegakan hukum (law enforcement). Melalui sintesa dari riset
psikologi juga akan melahirkan ruang lingkup psikologi hukum.
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara jiwa manusia disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa ruang lingkup antara lain:
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara jiwa manusia disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa ruang lingkup antara lain:
Menurut
Soedjono, ruang lingkup psikologi hukum sebagai berikut:
1.
Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaidah hukum.
2.
Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3.
Perilaku menyimpang.
4.
Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Demikianpun Soerjono Soekanto membagi ruang lingkup
psikologi hukum yaitu:
1. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pola-pola
peyelesaian pelanggaran kaidah hukum.
2.
Akibat-akibat dari pola penyelesaian sengketa tertentu.
Pada negara yang memiliki sistem hukum common law seperti
Amerika, juga membagi penerapan psikologi dalam hukum. Kelimpahan penerapan
psikologi dalam hukum dibedakan dari sudut pandang apa yang diistilahkan:
1. Psikologi dalam
hukum (psychology in law), mengacu kepenerapan-penerapan
spesifik dari psikologi di dalam hukum seperti tugas psikolog menjadi
saksi ahli, kehandalan kesaksian saksi mata, kondisi mental terdakwa, dan
memberikan rekomendasi hak penentuan perwalian anak, dan menentukan realibitas
kesaksian saksi mata.
2. Psikologi dan
hukum (psychology and law), meliputi psyco-legal
research yaitu penelitian individu yang terlibat di dalam hukum,
seperti kajian terhadap perilaku pengacara, yuri, dan hakim.
3. Psikologi
hukum (psychology of law), mengacu pada riset psikologi mengapa
orang-orang mematuhi atau tidak mematuhi Undang-undang tertentu, perkembangan
moral, dan persepsi dan sikap publik terhadap berbagai sanksi pidana, seperti
apakah hukuman mati dapat mempengaruhi penurunan kejahatan.
4. Psikologi
forensik (forensic psychology), suatu cabang psikologi untuk
penyiapan informasi bagi pengadilan (psikologi di dalam pengadilan).
5. Criminal
psychology (psikologi
hukum pidana), sumbangan psikologi hukum yang menggambarkan dinamika
interpersonal dan kelompok dari pembuatan putusan pada suatu tahapan kunci di
dalam proses mendakwa seseorang mulai dari waktu penetapannya sebagai tersangka
hingga pada momen penjatuhan pidana
6. Neuroscience and
law, suatu kajian baru tentang keunikan pentingnya pengaruh otak dan syaraf
bagi perilaku manusia, masyarakat , dan hukum. Kajiannya meliputi wawasan baru
tentang isu-isu pertanggungjawaban, meningkatkan kemampuan untuk membaca
pikiran, prediksi yang lebih baik terhadap perilaku yang akan datang, dan
prospek terhadap peningkatan kemampuan otak manusia.
Selanjutnya Constanzo melakukan pendekatan psikologi
terhadap hukum melalui bidang ilmu psikologi. Beberapa contohnya adalah:
1. Psikologi
perkembangan, menyusul terjadinya perceraian, pengaturan hak asuh anak seperti
apa yang akan mendukung perkembangan kesehatan anak? dapatkah seorang
anak yang melakukan tindakan pembunuhan benar-benar memahami sifat dan kondisi
tindakannya?.
2. Psikologi sosial,
bagaimana polisi yang melaksanakan interogasi menggunakan prinsip-prinsip
koersi dan persuasi untuk membuat tersangka mengakui tindak kejahatannya?
Apakah dinamika kelompok di dalam tim juri mempengaruhi keputusan yang mereka
ambil?
3. Psikologi
klinis, bagaimana cara memutuskan bahwa seseorang yang menderita gangguan jiwa
cukup kompeten untuk menghadapi proses persidangan? Mungkinkah memperediksi
bahwa seseorang yang menderita gangguan jiwa kelak akan menjadi orang yang
berbahaya?
4. Psikologi
kognitif, seberapa akuratkah kesaksian para saksi mata? dalam kondisi seperti
apa saksi mata mampu mengingat kembali apa yang pernah mereka lihat? Apakah
para juri memahami instruksi tim juri dengan cara yang sama seperti yang
diinginkan oleh para pengacara dan hakim?
Ruang lingkup psikologi hukum sebagaimana yang tertera di
atas merupakan suatu tanda dari suatu perkembangan di lapangan studi psikologi.
Dalam hubungan dengan perkembangan di bidang psikologi, psikologi hukum
tergolong psikologi khusus, yaitu psikologi yang menyelidiki dan
mempelajari segi-segi kekhususan dari aktifitas psikis manusia.
Berdasarkan hal tersebut menurut Ishaq dalam
psikologi hukum akan dipelajari sikap tindak/ perikelakuan yang terdiri
atas:
1. Sikap tindak
perikelakuan hukum yang normal, yang menyebabkan seorang akan mematuhi hukum.
2. Sikap
tindak/perikelakuan yang abnormal, yang menyebabkan seorang melanggar hukum,
meskipun dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan.
Masalah normal dan abnormal merupakan suatu gerak antara
dua kutub yang ekstrim. Kedua kutub yang ekstrim tersebut adalah keadaan normal
dan keadaan abnormal. Penyimpangan terhadap keadaan normal
dalam keadaan tertentu masih dapat diterima, tetapi hal itu sudah menuju pada
penyelewengan, maka kecenderungan kaedah abnormalitas semakin kuat, secara
skematis perosesnya adalah sebagai berikut:
Pada titik normal, seseorang mematuhi kaidah hukum
dan dalam keadaan tertentu dapat disimpangi. Psikologi hukum di satu
pihak, yaitu menelaah faktor-faktor psikologis yang mendorong orang untuk
mematuhi kaidah hukum, dilain pihak juga meneliti faktor-faktor yang mungkin
mendorong orang untuk melanggar kaedah hokum.
Kesadaran hukum sebenarnya merupakan
kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum
yang ada atau yang diharapkan akan ada. Jalinan nilai-nilai dalam diri manusia
tersebut merupakan abstraksi sosial yang kontinu, dan bersifat dinamis, dalam
rangka memilih tujuan dalam kehidupan sosial, yang menjadi penggerak manusia ke
arah pemenuhan hasrat hidupnya.
Sikap tindak/ perikelakuan yang abnormal menyebabkan seseorang melanggar
norma/kaedah hukum. Ada beberapa gejala psikologis yang berpengaruh terhadap
perilaku menyimpang yang melanggar hukum, antara lain sebagai berikut.
1. Neurosis, yaitu suatu gangguan jasmaniah
yang disebabkan oleh faktor kejiwaan atau gangguan pada fungsi jaringan saraf.
Contoh: phobia, rasa takut terhadap hal-hal yang dianggap mengancam,
misalnya rasa takut pada tempat yang tinggi. Depresi, adanya rasa negatif
terhadap diri sendiri (putus asa).
2. Psikhosis, merupakan suatu gejala seperti
reaksi schizophrenic, yang menyangkut proses emosional dan
intelektual. Gejalanya adalah seseorang sama sekali tidak mengacuhkan apa yang
terjadi di sekitarnya. Reaksi paranoid, di mana seseorang selalu dibayangi oleh
hal-hal yang (seolah-olah) mengancam dirinya. Oleh karena itu, dia akan
“menyerang” terlebih dahulu. Reaksi efektif dan involutional, di mana seseorang
merasakan adanya depresi yang sangat kuat.
3. Gejala sosiopatik, yang
mencakup:
a. reaksi antisosial (psikhopat), yang ciri
utamanya adalah orang tersebut hampir-hampir tidak mempunyai etika/moral.
Misalnya tidak pernah merasa bersalah, tidak pernah bertanggung jawab, tidak
mempunyai tujuan hidup dan sebagainya.
b. reaksi dissosial, yakni orang selalu
berurusan dengan.hukum, karena ada kekurangan dalam latar belakang
kehidupannya.
c. deviasi seksual, yaitu perikelakuan seksual yang
menyimpang dilakukan oleh orang-orang yang menikmati perbuatan tersebut, yang
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Seperti homoseksualitas,
pelacuran, perkosaan, dan sebagainya.
d. addiction (ketergantungan), misalnya ketergantungan
pada “naza” (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya).
B.
Analisa Kasus Angeline
Usai sudah drama
pencarian bocah perempuan asal Bali, Engeline, 8 tahun, yang dilaporkan hilang
sejak 16 Mei 2015 (namanya bukan Angeline yang disebut banyak media selama
ini). Kepolisian Daerah Bali akhirnya menemukan bocah tersebut pada 10 Juni
2015 dalam keadaan tak bernyawa, dikubur di pekarangan belakang rumah ibu
angkatnya, MCM, 55 tahun.
MCM dan suaminya
(seorang ekspatriat yang sudah meninggal 3 tahun lalu) mengadopsi Engeline
sejak bocah itu berumur 3 hari dari pasangan MR dan H. MCM memiliki dua anak
kandung, namun beda ayah, yaitu YC dan CK. Kedua anaknya itu tidak tinggal
serumah dengan MCM.
Sampai saat ini penyidik
kepolisian baru menetapkan tersangka tunggal yaitu ATH. Memang sangat
disayangkan, selain lambannya proses penanganan kasus ini sejak Engeline
dilaporkan hilang padahal banyak kunci untuk mengungkap segera motifnya, juga
ada begitu banyak kejanggalan yang ditemukan selama proses pencarian Engeline
hingga proses penyidikan tersangka.
Berikut ini saya coba
susun kronologi kasus yang mengusik hati nurani bangsa kita, yang disertai
dengan berbagai kejanggalannya.
16 Mei 2015
Engeline dinyatakan hilang sekitar pukul 15.00
WITA. Sebelum hilang, Engeline dikatakan sedang bermain di halaman depan
rumahnya di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali. Menurut hasil
investigasi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), tetangga rumah yakin
Engeline tidak diculik, karena pagar rumah Engeline tampak terkunci dan ia
tidak terlihat ke luar rumah. Apalagi ada satpam yang berjaga di luar pagar
rumah. [Tempo, 10/6/2015].
17 Mei 2015
Kedua kakak angkat Engeline membuat akun fan
page Facebook “Find Angeline-Bali’s Missing Child”. Mereka mengumumkan berita
kehilangan, kemudian memasang sejumlah foto bocah yang senyumnya tampak ceria
itu. Keduanya mengajak masyarakat ikut mencari Engeline. Masyarakat dari
berbagai kalangan pun ikut membantu pencarian. Para relawan juga menyebar brosur
kepada pengguna jalan raya di seputar Kota Denpasar. [Kompas, 17/5/2015]
Kejanggalan #1: Keluarga tidak langsung melapor ke polisi dan
ke pihak sekolah pada hari pertama hilangnya Engeline, padahal kepolisan dan
pihak sekolah punya kepentingan lebih besar dalam pencarian.
Fan page Facebook yang telah mendapatkan ‘Like’
sebanyak 52.284 tersebut akhirnya ditutup admin pada tanggal 12/6/2015. Tanpa
meninggalkan pesan apapun.
18 Mei 2015
Keluarga baru melapor ke Kepolisian Sektor
Denpasar Timur atas kehilangan Engeline. Polisi kemudian memeriksa sejumlah
saksi, yaitu MCM (ibu angkat), ATH (pembantu sekaligus penjaga rumah), dan Su
(penghuni kontrakan milik MCM). Polisi juga memeriksa rumah MCM, namun
pemeriksaan pertama dan kedua gagal karena selalu dihalangi pemilik rumah. ||
Polda Bali kemudian memperluas pencarian di seluruh perbatasan Bali,
Banyuwangi, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka pun mengerahkan anjing pelacak
(K-9) untuk melacak keberadaan korban, namun gagal. [Kompas, 19/5/2015]
Kejanggalan #2: Sungguh aneh, polisi seperti tidak mempunyai
wewenang penuh melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, sehingga polisi hanya
memeriksa beberapa ruangan rumah karena dihalang-halangi keluarga.
21 Mei 2015
Kakak angkat Engeline, CK, mulai menggalang
sumbangan untuk pencarian Engeline melalui http://gofundme.com/findangeline Kondisi terakhir sudah terkumpul US$
3210.
Kejanggalan #3: Kini laman pengumpulan sumbangan tersebut sudah
tidak bisa diakses lagi. Namun demikian Anda bisa melihat jejak-nya melalui
Google.
24
Mei 2015
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait yang
didampingi anggota polisi dari Polsek Denpasar Timur mengunjungi rumah MCM pada
malam hari. Awalnya MCM melarang Arist masuk ke kamar Engeline. Tapi, berkat
bantuan polisi, Arist bisa masuk dan menemukan banyak kejanggalan di kamar
tersebut. Arist menilai kondisi kamar itu tidak layak dihuni oleh siapapun
karena mengeluarkan aroma sangat menakutkan. Juga menurut Arist, rumah itu tak
layak huni sangat berantakan, kotor, dan bau kotoran hewan. MCM memang
memelihara puluhan anjing dan ratusan ayam di rumahnya. Sayangnya, keluarga
menghalangi Arist melihat-lihat area rumah lebih detail, terutama kamar di
dekat pekarangan belakang. Arist juga berkunjung ke sekolah Engeline dan
bertemu dengan wali kelasnya. Pihak sekolah mengatakan Engeline sering
mengantuk di kelas dan kalau datang ke sekolah dalam kondisi kumal dan bau.
Engeline ke sekolah sejauh 3 kilometer dengan jalan kaki. Pulang pergi jadi 6
kilometer. Anak sekecil itu pergi sendiri ke sekolah yang jaraknya jauh dengan
jalan kaki. [Kompas, 24/5/2015]
Kejanggalan #4: Arist melihat bahwa di tempat tidur tidak ada
sprei terpasang dan ruangannya bau anyir. Mungkinkah kain sprei yang tidak
terpasang itu dipakai untuk membungkus Engeline sebelum dikubur?
Kejanggalan #5: Mengapa MCM menghalangi Arist melihat sebuah
kamar di pekarangan belakang rumah? Dua minggu kemudian diketahui bahwa di
dekat kamar itulah lokasi penemuan kuburan Engeline.
Kecurigaan itu segera dilaporkan kepada polisi.
Mestinya polisi bergerak cepat atas laporan Arist ini dengan menyisir kembali
rumah MCM, setelah sebelumnya gagal menyisir area secara penuh.
25 Mei 2015
Komnas PA berencana mengambil alih hak asuh
Engeline. Namun, pernyataan ini langsung ditanggapi sengit oleh MCM, bahwa ia
mengancam akan membunuh siapapun yang mau ambil Engeline. [Kompas, 25/5/2015]
1 Juni 2015
Sekolah SD 12 Sanur Denpasar (tempat Engeline
sekolah) menggelar ritual persembahyangan di depan Pura Penyimpangan Batu
Bolong, di depan rumah Engeline, kemudian dilanjutkan di halaman sekolah.
Ritual ini untuk memohon petunjuk paranormal agar Engeline segera ditemukan.
Mereka mengaku mendengar suara Engeline. [Kompas, 1/6/2015]
3 Juni 2015
Kapolda Bali Irjen Ronny Franky Sompie membuka
acara dan mengikuti acara napak tilas pencarian Engeline sambil membagikan
brosur yang tertera foto Engeline. [Kompas, 3/6/2015]
5-6 Juni 2015
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Yohanna Yambise berkunjung ke rumah Engeline dengan waktu /
hari yang berbeda. Namun kedatangan mereka ditolak masuk oleh satpam sewaan
MCM. [Kompas, 6/6/2015]
Kejanggalan #6: Aneh sekali, sekelas pejabat kementerian negara
ditolak masuk rumah MCM. Atas dasar keanehan inilah polisi berencana melakukan
penyisiran ulang yang ketiga kali. Karena tidak berhasil menemui MCM, Menteri
Yohanna mencoba mencari informasi kepada pembantu yang mengurusi rumah
Engeline. Kata pembantu MCM, korban kerap diberi tugas memberi makan hewan
peliharaan ibu angkatnya. Pembantu tersebut juga sering mendengar anak ini
menangis di malam hari. Dia juga melihat hidung bocah ini berdarah. Pertanyaannya:
Siapa pelaku kekerasan terhadap Engeline itu?
Menteri Yohana pun menyempatkan datang ke
sekolah Engeline. Dari sana ia mendapat informasi dari kepala sekolah dan guru
bahwa di sekolah ternyata Engeline dibilangnya lusuh / kumal dan bau, seperti
tidak ada yang ngurus. Dia pernah dikeramasi di dalam sekolah, karena rambutnya
kusam. Kadang juga minta makan ke gurunya. Tak hanya itu, Engeline juga dikenal
sebagai sosok yang pendiam. Dia juga sering terlihat murung. Kepala sekolahnya
bilang kalau anak ini psikologisnya tertekan. Dia terlihat tidak sebebas
teman-temannya. Seperti ada tekanan batin. [Detikcom, 6/6/2015].
Kejanggalan #7: Mestinya penyidikan fokus disini, yaitu adanya
pembiaran oleh keluarganya yang begitu lama terhadap kondisi buruk Engeline.
10 Juni 2015
Pada pemeriksaan yang ketiga, sekitar pk 12.00,
polisi menemukan jasad Engeline di pekarangan belakang rumah MCM. Engeline
ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, dengan pakaian lengkap dan
tangan memeluk boneka. Tubuhnya dililit kain sprei dan tali.
Kejanggalan #8: Tali yang ditemukan di samping jenazah Engeline
adalah tali gorden yang HANYA ADA di kamar MCM, ibu angkat Engeline. [Tempo, 12/6/2015]
Sekitar pk 14.00, MCM dan enam orang lainnya
diamankan. Keenamnya adalah dua anak kandung MCM, Dewa Ketut Raka (satpam), ATH
(bekas pembantu), serta pasutri penghuni kos Su dan Ra.
Pada saat pemeriksaan awal, ATH (25 tahun) mengaku disuruh MCM
menguburkan Engeline, ATH mengakui keterlibatan Ibu angkat Engeline [MetroTV, 10/6/2015].
Namun, dalam berita acara
pemeriksaan (BAP) di kantor polisi, pengakuannya berubah 180 derajat. ATH
mengaku berinisiatif sendiri membunuh dan mengubur Engeline. Pengakuan barunya
ini kita sebut saja MISTERI 7 JAM.
Sebab ada rentang waktu tujuh jam untuk membuktikan kebenaran pengakuan ATH,
yakni mulai pukul 13.00 WITA saat Engeline dibunuh sampai pukul 20.00 WITA saat
jenazah Engeline dikuburkan di lubang di bawah pohon pisang dekat kandang ayam
di halaman rumah keluarga angkat bocah itu.
Dalam proses pra-rekonstruksi di TKP, 11/6/2015,
menurut pengakuan ATH, ia membunuh Engeline pada Sabtu 16 Mei sekitar pukul
13.00 WITA, alasannya ia panik saat Engeline melawan ketika dikunci di dalam
kamar. “Mamaaa…”, itulah teriakan Engeline saat ketakutan menghadapi aksi ATH.
Aksi bejat ATH tak sampai di situ, usai memperkosa dan membunuh Engeline, dalam
keadaan tak bernyawa ia masih sempat memperkosa lagi bocah malang tersebut. ||
Sekitar pukul 15.00 WIB, ibu angkat Engeline, MCM keluar dari kamarnya dan
mencari Engeline. Dia memanggil-manggil namun tak ada jawaban. Akhirnya MCM
memanggil ATH untuk mencari Engeline ke rumah tetangga. Karena tidak ketemu,
MCM menyimpulkan bahwa Engeline hilang. Kemudian MCM bersama anak kandungnya
melaporkan ke polisi pukul 20.00. Nah, di waktu itulah saat suasana sepi ATH
mengeluarkan tubuh Engeline dari kamarnya dan menguburkan di pekarangan rumah
dekat kandang ayam yang sudah disiapkan sebelumnya untuk menghilangkan jejak.
Begitulah pengakuan ATH
Kejanggalan #9: Sungguh aneh, dalam waktu kurang dari 24 jam,
pengakuan AH bisa berubah 180 derajat alias saling bertolak belakang.
Kejanggalan #10: Lihat kembali kronologi di atas, MCM dan anak
kandungnya melapor ke polisi baru pada tanggal 18 Mei 2015, 3 hari setelah
hilangnya Engeline. Namun, saat proses BAP, ATH mengatakan sesaat setelah
Engeline dinyatakan hilang, di hari yang sama, MCM melapor ke polisi. Janggal,
bukan? Mungkinkah ATH mengarang pengakuannya tentang misteri 7 jam itu?
Polisi harus mengejar soal misteri 7 jam ini,
sampai ATH benar-benar mengaku telah berbohong, sehingga bangunan keseluruhan
kisahnya tentang tindakan pelecehan seksual juga patut diragukan kebenarannya.
Kejanggalan #11: Selain di kamar ATH, bercak darah serupa juga
ditemukan di kamar MCM, ibu angkat Engeline. [Tribun News, 12/6/2015]. Polisi juga secara
detail memeriksa kamar kos ATH, ternyata di sana ditemukan barang milik MCM. [Kompas, 12/6/2015]. Apakah mereka sebenarnya
sedang dalam persekongkolan jahat?
Dari hasil wawancara Media JPNN dengan pihak PT
Patriot tempat dimana Dewa Ketut Raka (satpam) bekerja ada informasi yang bisa
menjadi petunjuk. Saya lansir dari media JPNN informasinya adalah sebagai berikut:
Terungkapnya pembunuhan Engeline salah satunya
didapat dari kejanggalan yang diterima satpam sewaan MCM, Dewa Ketut Raka dari
PT Patriot. Pasalnya, saat diminta oleh anak pemilik rumah yang bernama CK
untuk menjaga rumah, justru hanya disuruh jaga di bagian depan saja. Tidak
boleh masuk ke dalam rumah. Di saat haus dan lapar tengah malam, dia terpaksa
pergi mencari minum dan makan ke tempat yang jauh. Bahkan, kalau mau buang air
besar dia terpaksa pergi ke sawah-sawah. || Karena itu lah dia mengeluh ke PT
Patriot dan kemudian perusahaan berkoordinasi dengan CK. Akhirnya, CK pun
mengizinkan buka pintu bagian timur untuk masuk jika ingin buang air besar.
Pihak perusahaan minta tolong ke Raka untuk
mencari tahu keganjilan di dalam rumah tersebut. Selang beberapa hari, ia
mencoba masuk ke area rumah tersebut untuk mencari toilet, ia melihat MCM
sedang berdiri dan memantau di kawasan lubang itu. Juga sempat mengambil
beberapa daun pisang yang sudah kering lalu ditaruh baik-baik di atas lubang
itu. Karena menaruh curiga, Raka pun memperhatikan baik-baik. Namun, ternyata
MCM melihat satpam tersebut dan kaget. Kemudian MCM meninggalkan tempat itu
sambil melarang Raka untuk masuk lagi. || Dari sana lah mulai terungkap. Satpam
ini langsung menceritakan keganjilan tersebut ke pimpinan perusahaan. Dan,
ternyata benar. Setelah digeledah polisi, ditemukan jasad anak itu.
Kejanggalan #12: Ada apa dengan CK, anak kandung MCM, yang
melarang satpam nya sendiri masuk area rumah? Sepertinya ada yang
ditutup-tutupi oleh keluarga ini.
Tentang Isu Wasiat Waris
Ada isu yang berkembang, yaitu soal Wasiat Waris
dari ayah angkat Engeline yang nilainya miliaran rupiah. Dalam pembagian
warisan, ayah angkat Engeline membagikan warisan kepada tiga orang anak angkat
termasuk untuk dua anak MCM yakni YC dan CK. Kedua kakak angkat Engeline ini
anak kandung MCM namun beda ayah. Engeline merupakan anak kandung H lalu
diangkat MCM. Dari pembagian warisan itu, Engeline mendapat 60 persen sedangkan
sisanya untuk dua anak lainnya. [Okezone, 10/6/2015]. Apakah isu ini benar
demikian? Mari kita tunggu faktanya di persidangan.
Kondisi Psikologis Ibu Angkat Engeline
Ada fakta terungkap dalam perjalanan
penyelidikan kasus pembunuhan sadis ini, bahwa ibu angkat Engeline, MCM diduga
seorang psikopat. Hal itu diutarakan ahli psikiater RSUP Sanglah Denpasar, Dr
Lelly Setyawati sekaligus yang membantu kepolisian memeriksa kejiwaan MCM. [Viva News, 11/6/2015].
Fakta lainnya juga perlu mendapat perhatian,
bahwa di hari polisi mengangkat jenazah Engeline, polisi juga menemukan sebuah
rajah dalam bungkusan di bawah bantal milik ibu angkat Engeline, MCM. || Rajah
adalah suratan, bisa berupa gambar atau tanda yang dipakai sebagai jimat untuk
menolak penyakit atau bala. Rajah (konon diyakini ada bantuan makhluk halus)
bisa digunakan untuk menutupi suatu kasus agar tidak dicurigai oleh orang lain.
[Tribun News, 10/6/2015]
Pertanyaan Lanjutan
Dari kronologi dan banyak kejanggalan di atas,
terlihat sejumlah alibi yang dipakai keluarga Engeline untuk menutup-nutupi
kasus ini, maka kita patut bertanya:
- Apakah ada
persekongkolan besar yang melibatkan seluruh anggota keluarga untuk
membunuh Engeline?
- Apakah ATH
dibayar untuk disuruh melakukan pembunuhan?
- Apakah
Engeline sengaja diumpankan kepada ATH agar menemui kematiannya?
- atau,
Apakah ATH hanya pasang badan dan kemudian mengarang cerita pengakuannya?
Selama proses penyidikan, memang terdapat beberapa inkonsistensi
pengakuannya.
Saat ini pemeriksaan masih berfokus pada
pengakuan ATH yang melakukan kekerasan seksual. Namun sayangnya sudah tidak
bisa lagi dibuktikan adanya bekas kekerasan seksual di tubuh Engeline, karena
jasad yang sudah terkubur lebih dari 7 hari akan mengalami kerusakan yang
parah, membengkak, dan bau. Faktanya, tubuh Engeline memang betul-betul rusak.
Kini ATH telah ditetapkan menjadi tersangka dan
sudah ditahan. Dirinya diancam Pasal 80 ayat 3 UU 35 tahun 2014 tentang
perubahan UU 23 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
[Viva News, 10/6/20150]
Namun dari seluruh berkas pemeriksaan yang ada
tidak ada bukti keterlibatan MCM. Menurut Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar
Kombes AA Made Sudana, ibu angkat Engeline tidak ada andilnya sama sekali dalam
kematian bocah berusia delapan tahun itu. [Metro TV, 11/6/2015]. Itulah kalau
fokus polisi hanya mengarah ke kekerasan seksual saja, padahal bukti adanya
kekerasan seksual tidak ditemukan.
Mari kita dorong pihak
Kepolisian untuk jangan hanya berfokus pada pengakuan ATH yang berkutat pada
kekerasan seksual. Karena hal itu sama saja dengan menafikan pengakuan
saksi-saksi lainnya yang melihat keluarganya begitu lama membiarkan/ menelantarkan
Engeline. Mari dorong pihak kepolisian mencari aktor yang sesungguhnya. Mari kita dukung upaya Lembaga Perlindungan
Anak yang hari ini melaporkan ibu angkat Engeline ke Polda Metro Jaya karena
telah menelantarkan anak. [Detik News, 12/6/2015].
Sebagai Refleksi Kita Bersama
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orangtua, wajib dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak. Kasus yang dialami Engeline kembali membuka mata kita bahwa
anak Indonesia masih terancam. Anak yang seharusnya dilindungi, justru menjadi
objek dari kekerasan yang dilakukan orang dewasa.
Kasus yang dialami Engeline bukan kali pertama.
Sudah banyak anak Indonesia menjadi korban kekerasan. Baik fisik, psikis,
maupun kekerasan seksual, yang dilakukan orang dewasa. Sepertinya kepekaan
masyarakat terkait kekerasan terhadap anak masih sangat kurang. Hal inilah yang
menyebabkan, peristiwa kekerasan terhadap anak kurang terekspose. Dan baru
terekspose setelah sang anak ditemukan sudah menjadi mayat atau berada di Unit
Gawat Darurat.
Terkait mengenai
kondisi Psikologi Ibu Angkat Korban, Psikolog Temukan Banyak Ciri Psikopat pada
Margriet. Penyelidikan kasus pembunuhan si kecil Angeline masih terus
dilakukan. Sejauh ini, Agus–mantan penjaga rumah ibu angkat Angeline telah
mengakui perbuatannya. Namun pihak kepolisian masih merunut kemungkinan
keterlibatan pihak lain, temasuk sang ibu angkat–Margriet Megawe. Banyak saksi
yang mengatakan bahwa wanita itu sering melakukan kekerasan terhadap Angeline,
yang notabene anak angkatnya. Dari hasil pemeriksaan kejiwaan, psikolog yang
menangani Margriet mengatahan bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Psikopat
sendiri merupakan orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku yg
menyimpang sehingga mengalami kesulitan dalam pergaulan.
Lely Setyawati, konsultan psikologi yang
menangani Margriet Megawe membenarkan, bahwa ibu angkat Angeline, memang kerap
melakukan kekerasan terhadap bocah 8 tahun tersebut. Namun perlakuan itu sama
sekali tak ditunjukkan pada anak-anak kandungnya. Perlakuan seperti itu,
membuat hasil pemeriksaan kejiwaan Margriet Megawe mengarah pada kesimpulan
bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Selain itu, Margriet juga bersifat arogan
dalam kesehariannya. “Ibu Margareth ini sering melakukan tindak kekerasan
kepada Angeline, tapi ke anak kandungnya (Christine dan Ivone) sayang sekali,”
ungkap dr. Lely Setyowati.
Berbagai macam ciri lain seorang psikopat,
juga dimiliki oleh ibu angkat Angeline. Menurut dr. Lely, Margriet Megawe
sangat mudah melakukan tindak kekerasan, tidak peduli perasaan orang lain, dan
sering melanggar norma sosial dan aturan yang berlaku di masyarakat. Namun,
ia,cenderung tetap ingin benar. Bahkan ia tidak pernah mau diberi tahu jika
perbuatannya salah. Sikap-sikap arogan itulah, yang membuat seorang
psikopat sering berbenturan dengan lingkungan dan dinilai tidak mampu menjalin
hubungan jangka panjang. “Cenderung mencari kambing hitam, harus orang lain
yang salah bukan dia. Kita masyarakat sudah menduga dan mencocokkan dengan
ciri-ciri itu kan,” imbuhnya.
Hasil observasi yang dilakukan pada kondisi
jiwa Margrieth Megawe itu, akan segera disampaikan secara resmi pada pihak
penyidik kepolisian, guna menambah bahan pemeriksaan untuk mengungkap kebenaran
pembunuhan Angeline. “Kesimpulannya akan kami lakukan observasi dan hasilnya kami
sampaikan resmi ke penyidik,” pungkasnya.
Menanggapi berbagai pertanyaan dan tuduhan
masyarakat luas soal keterlibatannya, Jumat, 12 Juni 2015 lalu, Margriet coba
buka suara lewat postingan pada halaman Facebook Find Angeline – Bali’s Missing
Child. Ia bersikeras tak mau disalahkan atas kejadian tersebut. “Jangan menuduh
saya dalam kasus kematian Angeline,” tulis Margriet.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Psikologi Hukum ialah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu
perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu pengetahuan
tentang perilaku manusia (human behaviour), maka dalam kaitannya dengan studi
hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku
manusia suatu kenyataan bahwa salah satu yang menonjol pada hukum, terutama
pada hukum modern, adalah penggunaannya secara sadar sebagai alat untuk rnencapai
tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum telah
memasuki bidang yang menggarap tingkah-laku manusia. Bukankah proses demikian
ini menunjukkan bahwa hukum telah mernasuki bidang psikologi.
Faktor-Faktor yang Menjadi Sebab Terjadinya Suatu Tindak Pidana
a. Faktor Internal
1). Niat Pelaku
2). Keadaan Ekonomi
3). Moral dan Pendidikan
b. Faktor Eksternal
1). Lingkungan Tempat Tinggal
2). Penegak Hukum
3). Korban
Masalah penegakan hukum merupakan salah satu
masalah utama di Indonesia. Penegakan hukum merupakan tidak hanya kewajiban
aparat penegak hukum, melainkan kewajiban seluruh elemen masyarakat. Setiap
warga harus memiliki kontribusi dalam penegakan hukum sehingga tercipta kondisi
adil, tertib dan damai. Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu tentang perilaku
manusia berusaha untuk berkontribusi dalam penegakan hukum dalam bentuk memberikan
pengetahuan dan intervensi psikologis yang berguna dalam proses penegakan
hukum. peran psikologi dapat dimulai dari pencegahan, penanganan, pemindanaan
dan pemenjaraan. Indikator penegakan hukum yang baik dalam perspektif psikologi
adalah adanya perubahan perilaku pelaku pidana ke arah yang lebih baik, artinya
pelaku pidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Apabila pelaku pidana
tidak mengalami perubahan setelah dilakukan proses rehabilitasi di LP, maka
penegakan hukum belum dikatakan optimal.
2.
Terkait mengenai kondisi
Psikologi Ibu Angkat Korban, Psikolog Temukan Banyak Ciri Psikopat pada
Margriet. Penyelidikan kasus pembunuhan si kecil Angeline masih terus
dilakukan. Sejauh ini, Agus–mantan penjaga rumah ibu angkat Angeline telah
mengakui perbuatannya. Namun pihak kepolisian masih merunut kemungkinan
keterlibatan pihak lain, temasuk sang ibu angkat–Margriet Megawe. Banyak saksi
yang mengatakan bahwa wanita itu sering melakukan kekerasan terhadap Angeline,
yang notabene anak angkatnya. Dari hasil pemeriksaan kejiwaan, psikolog yang
menangani Margriet mengatahan bahwa ibu angkat Angeline psikopat. Psikopat
sendiri merupakan orang yang karena kelainan jiwa, menunjukkan perilaku yg
menyimpang sehingga mengalami kesulitan dalam pergaulan.
B.
Saran
a. Psikologi Hukum dalam dunia hukum
harus tetap diterapkan dan hendaknya lebih diterapkan lebih maksimal lagi,
sehingga penerapan hukum yang akan diterapkan atau dijatuhkan kepada pelaku
tindak pidana dapat tepat.
b. Agar penerapan Psikologi Hukum dalam
kasus Pembunuhan Angeline diterapkan kepada seluruh pihak yang dicurigai. Tidak
hanya kepada pelaku utama yang dicurigai. Sehingga keseluruhan pihak dapat
memberikan paling tidak informasi pidana yang perlu diketahui oleh pihak aparat
hukum.
6 komentar:
Semoga bermanfaat..
makasih buat penjelasannya ya
Angeline semoga tenang di alam sana
Terimakasih telah mampir di blog saya..
kok ini postingan banyak mengambil dr artikel sy, tapi tidak ada pencantuman sumbernya dr web saya
untuk memudahkan tolong diberi daftar pustaka ya... terima kasih atas analisisnya
Posting Komentar